7K Views di Tengah Pandemi
Penulis : Syaifulloh Yusuf
7K Views
Berangkat dari rasa penasaran saya, 7,061 views pada Konferensi Pers Pembatalan Keberangkatan Haji 1441 H di akun youtube kemenag RI pada 2 Juni 2020 merupakan angka yang fantastis. Angka 7K orang lebih yang melihat ini fantastis dibandingkan dengan video lain yang diunggah oleh Kemenag RI. Video lain rata-rata sekitar 800 – 2000 views. Artinya maksimal 2K views yang biasanya dilihat, tergolong sedikit dibadingkan dengan 7K views.
Masih berbicara hal yang sama, Konferensi Pers tentang Keputusan Pembatalan Keberangkatan Haji 1441 H tersebut tentunya menuai beberapa tipe komentar, singkatnya saya jadikan 4 tipe komentar, yakni; (1) Setuju dan mendukung, (2) Setuju namun tidak mendukung, (3) Biasa-biasa saja, dan (4) Tidak setuju dan Tidak mendukung. Kemudian kita sebut komentar tersebut berasal paling banyak tentunya dari Calon Jama’ah Haji yang tahun 2020 ini akan berangkat ke tanah suci Makkah.
Terlepas dari 4 tipe komentar yang saya sebutkan, kita akan melihat sisi lain dibalik Kemenag RI memutuskan hal tersebut. Oman Fathurahman, Juru Bicara Kemenag RI menceritakan berikut sedikit menjelaskan alasan Keputusan Kemenag RI tersebut pada tanggal 12 Juni 2020, 10 hari setelah diputuskan oleh Menteri Agama RI. Video Kemenag Podcast dengan tema “Dibalik Pembatalan keberangkatan Haji tahun 2020” ini diunggah tepat setelah Video Konferensi Pers Keputusan Menteri Agama RI. Artinya, hal ini dapat dikatakan bahwa untuk menanggapi beberapa komentar masyarakat yang belum jelas mendengar berita tersebut. Itupun yang melek dengan dunia Youtube. Bayangkan, berapa orangtua yang tidak kenal Youtube, tidak kenal Handphone, bahkan televisi pun dikalahkan dengan aktifitas sehari-harinya di sawah ladang, namun ia termasuk salahsatu jama’ah haji yang berangkat tahun 2020 ini. Bagaimana perasaan pertamanya ketika ia mendengar berita tersebut, misalkan berita dari tetangganya, berita dari anaknya, bahkan berita dari sesama profesinya (petani).
Pembatalan Haji / Pembatalan Kerangkatan Ibadah Haji
Penggunaan istilah ini berawal dari beberapa kali rapat di Kementerian Agama RI tentang penggunaannya. Apakah akan menggunakan istilah (1) Penundaan haji / (2) Pembatalan Haji / (3) Pembatalan Keberangkatan Ibadah Haji.” , ternyata yang paling tepat adalah menggunakan istilah yang ketiga, yakni Pembatalan Keberangkatan Ibadah Haji.
Oman Fathurahman, Juru bicara Kemenag RI menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2019, dimungkinkan membatalkan ibadah haji pada situasi tertentu. Dan situasi tersebut salahsatunya adalah Wabah yang kali ini disebut oleh dunia internasional dengan istilah Covid-19 (Corona Virus Disease 2019).
Baca juga : Membumikan Keteladanan dan Pendidikan Akhlak
Kembali pada persoalan Pembatalan Keberangkatan Ibadah Haji tahun 2020 ini, sejarahnya bahwa Kemenag RI dikagetkan dengan pembatalan Umroh oleh Pemerintah Arab Saudi pada tanggal 27 Februari 2020. Kemenag RI langsung mengadakan rapat terkait pemberitaan tersebut untuk mengantisipasi Ibadah Haji. Dengan dilakukannya rapat berulang kali, diputuskan terdapat 3 skema yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dibawah kepemimpinan Kemenag RI. Tiga skema tersebut adalah; (1) Jama’ah Haji Indonesia akan berangkat semua (2) Berangkat sebagian dan dibatasi (3) Dibatalkan keberangkatannya.
Tentunya informasi ini diberikan kepada seluruh jama’ah Haji Indonesia yang akan berangkat pada tahun 2020. Dengan harapan para jama’ah bahwa skema yang pertama yang akan diambil oleh Pemerintah Indonesia. Informasi tersebut tidak tiba-tiba diberikan pada tanggal 2 Juni 2020 sebagai keputusan Menteri Agama RI, namun sudah jauh-jauh hari 3 skema tersebut diinformasikan. Terkait dengan telah diterima atau belum informasi tersebut, tergantung pada masyarakat yang mendapatkan informasi dengan berbagai media yang digunakannya. Saya meyakini para petani tadi tidak langsung tahu informasi ketiga skema tersebut, mungkin ada yang tahu namun dibiarkan seolah tidak percaya.
Apakah tidak Mau Repot?
“Kemenag RI tidak mau repot”. Kalimat tersebut merupakan salahsatu komentar netizen yang hangat ketika keputusan skema yang ketiga tersebut diambil. Pembatalan Keberangkatan Ibadah Haji 1441 H merupakan keputusan yang mutlak diambil oleh Pemerintah Indonesia. “Bukan tidak mau repot, namun kita lihat administrasinya” Ungkap Juru Bicara berinisial OF tersebut.
Di Indonesia, Pada tanggal 26 Juni 2020 sudah seharusnya kloter pertama jama’ah Haji Indonesia diberangkatkan. Disebabkan Ibadah Arba’in di Madinah dilakukan kurang lebih pada tanggal 27 Juni 2020. Itu berarti bahwa 14 hari sebelumnya (Pada tanggal 13 Juni 2020) Jama’ah Haji Indonesia sudah harus berada disana, masuk asrama untuk melakukan karantina. Sebelum keberangkatan, 14 hari sebelum berangkat (Tanggal 30 Mei 2020) Jama’ah Haji Indonesia pun harus dikarantina di Asrama Haji Indonesia.
Baca juga : Dakwah Profesi dan Dai Profesional
Salahsatu alasan kuat Pembatalan Keberangkatan Ibadah Haji 1441 H tahun ini adalah layanan e-Haj belum dibuka. aplikasi e-Haj (Electronic Haj) adalah aplikasi yang membantu jamaah haji dan umrah dalam melaksanakan ibadah haji dan umrah. Dan itu belum di buka sampai pada tanggal 2 Juni 2020, ketika diputuskan oleh Menteri Agama. Untuk masuk asrama haji, Visa nya harus sudah keluar, slot penerbangan sudah harus ada, akmodoasi disana pun sudah harus ada. Kemenag RI bukan tidak mau Repot, namun sudah dikaji benar-benar oleh Kemenag, dan sudah dipertimbangkan dengan sangat matang atas keputusan tersebut. Indonesia dikenal sebagai aktsar jama’atan wa ahsan nidzooman (Jama’ahnya paling banyak dan manajemennya paling bagus).
Refleksi Diri
Maka, para pembaca yang bijak dan budiman, mari kira instropeksi diri kita masing-masing. Dari keempat tipe yang saya sebut diatas, tentang Keputusan Pembatalan Keberangkatan Haji 1441 H, Apakah (1) Setuju dan mendukung? (2) Setuju namun tidak mendukung? (3) Biasa-biasa saja? dan (4) Apakah tidak setuju dan tidak mendukung?. Pilihan tipe tersebut tentunya ada pada hati nurani yang bijak dari para pembaca, khususnya para Calon Jama’ah Haji yang akan berangkat pada tahun 2020 ini. Tentunya tidak general untuk semua orang bahwa banyak Jama’ah Haji yang mengatakan “Semua sudah saya usahakan, namun Allah SWT yang memutuskan” / “saya sudah berusaha, semua keputusan hanya pada Allah SWT”.
Para pembaca yang bijak dan budiman, saya akan mengakhiri tulisan ini dengan melafadzkan kalimat Hauqolah “Laa haula walaa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘adziim”. Hanya kata itu yang dapat kita jadikan pegangan kuat jika kita benar-benar yaqin adanya Tuhan. Hanya itu yang kita lafadzkan (semestinya) setiap hari jika kita tahu betapa kecilnya kita dihadapanNya. Hanya itu yang kita katakan jika kita yaqin terlahir dari jalan lahir Ibu kita yang mempertaruhkan nyawanya dihadapanNya. Hanya itu yang bisa kita lafadzkan ketika sudah berusaha, tawakkal, dan pasrah kepadaNya. Hanya itu, hanya itu, dan Hanya itu!
“Laa Haula walaa Quwwata Illaa billahil ‘aliyyil ‘adziim”.
Syaifulloh Yusuf
Yogyakarta, 22 Juni 2020
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!