Membumikan Keteladanan dan Pendidikan Akhlak
Penulis : M. Nurul Ikhsan Saleh
Satu pasangan publik figur Indonesia pada penghujung tahun 2019 melakukan pengakuan lewat akun Youtube miliknya yang menyatakan bahwa anak yang tengah dikandungnya adalah hasil hubungan di luar nikah. Tak ayal video yang disiarkan oleh artis dengan inisial YL diputar lebih dari empat juta dalam lima hari sejak pertama kali ditayangkan. Ada 86 ribu yang menyukai dan 173 ribu yang tidak menyukai video tersebut.
Lebih dari itu, sudah ada beberapa artis papan atas lain di Indonesia yang juga melakukan pengakuan yang sama kepada publik pada tahun-tahun sebelumnya. Beragam respon yang muncul di kalangan masyarakat. Ada yang mencibirnya, akan tetapi ada juga yang mengaguminya dengan alasan sudah berani berterus terang dan supaya menjadi contoh, dimana meskipun hamil di luar nikah, kedua pelaku baik pihak laki-laki dan perempuan tetap bertanggung jawab.
Dari video pengakuan pasangan artis dengan inisial YL tersebut lewat kanal Youtube miliknya, jumlah penonton yang menyukainya hampir menyentuh angka 100 ribu dalam waktu kurang dari seminggu dan jumlah tersebut terus bertambah. Dengan kata lain mereka yang menyukai video tersebut, hampir bisa dikatakan menyetujui atau memaklumi perbuatan hamil di luar nikah, meskipun sebulan kemudian orang yang dihamili melangsungkan pernikahan dengan orang yang menghamilinya.
Tentu dengan banyaknya jumlah orang yang memaklumi prilaku tersebut sangat disayangkan. Terlebih apabila dari sekian banyak penonton video tersebut berasal dari para generasi muda. Karena bisa saja di kemudian hari, kaum muda lain tidak segan lagi untuk menampilkan perilaku yang sama. Dimana tidak ada lagi rasa malu dan khawatir dengan aib yang dimilikinya untuk disebarkan ke hal layak ramai. Bahkan dengan tanpa mempertontonkan penyesalan yang mendalam.
Mungkin ada sebagian orang tua yang memiliki anak dengan kasus tersebut bisa memakluminya, akan tetapi bisa dipastikan hampir semua orang tua tidak menginginkan anaknya melakukan perilaku tidak terdidik tersebut. Terlebih apabila anak yang dilahirkan di luar nikah kelak melihat video yang dibuat oleh orang tuanya, bisa jadi anak tersebut tidak menyukainya dan kemudian membenci orang tuanya. Dari sini akan tumbuh anak dengan beban sosial yang tidak mudah. Bisa saja teman-temannya kelak akan mengucilkannya.
Keteladanan dalam Keluarga
Maka penting kemudian untuk kembali ditegaskan akan pentingnya membangun keluarga yang berasaskan pada keteladanan, dimana orang tua menjadi role model, contoh yang baik bagi anak-anaknya. Karena setiap anak pun juga berharap dilahirkan dari orang tua yang memiliki tingkah laku yang baik. Begitu pun dengan masyarakat yang ingin menyaksikan sebuah keluarga yang terbangun bukan dari sebuah keterpaksaan yang disebabkan mempelai perempuan sudah hamil duluan sebelum menikah.
Orang tua sebagai kontrol dalam keluarga perlu mendidik anak-anaknya agar bisa membedakan perilaku yang baik dan perilaku tercela dan menunjukkan siapa teladan yang patut ditiru. Mereka butuh terlibat langsung mengontrol anaknya dalam mengakses media sosial agar tidak menerima informasi yang menyesatkan. Orang tua tidak bisa lepas tangan dengan hanya menyerahkan anak-naknya di lembaga pendidikan karena keluarga menjadi pendidikan pertama dalam membangun fondasi tindak tanduk anak-anaknya.
Lahirnya generasi tauladan tentu butuh dibarengi dengan terbangunnya keluarga dari orang tua yang menanamkan nilai kebaikan pula. Sehingga perlu keterlibatan yang besar dari para orang tua di Indonesia agar anak-anaknya dididik untuk tidak hanya memikirkan kesuksesan bidang material saja, akan tetapi juga keberhasilan dalam membangun sikapnya yang baik pula. Betapa banyak anak muda saat ini yang ingin meraup keuntungan finansial dengan menjadi Youtuber, bahkan dengan tidak segan menggunakan cara-cara yang kurang pantas. Semisal menyebarkan informasi hoaks atau sampai-sampai berani menyebarkan aib dirinya sendiri atau keluarganya untuk meningkatkan rating penontonnya.
Pendidikan Akhlak
Di sini dirasa sangat penting bagi semua lapisan masyarakat, utamanya kepala keluarga dalam membumikan pendidikan akhlak. Dimana anak-anak sejak dini dibiasakan berbuat baik, berlaku jujur, malu untuk berbuat asusila, malu menyebarkan informasi yang berbau pornografi, dan malu melakukan hubungan suami istri di luar nikah. Lebih lanjut diperlukan sinergi dengan pihak sekolah dan tokoh masyarakat untuk terlibat langsung dalam penanaman akhlak yang mulia.
Meski di satu sisi banyak ditemukan perilaku-perilaku asusila di kalangan pemuda lewat media sosial, masyarakat tetap butuh berharap dan harus berusaha sekuat tenaga dalam mencetak generasi muda Indonesia menjadi insan yang memiliki akhlak mulia dan paripurna. Bukan perilaku yang senang mempertontonkan kejelekan kepada orang lain. Masyarakat adalah modal kontrol sosial dalam memutus prilaku amoral yang bisa menular kepada lebih banyak anak muda lain. Terakhir, generasi muda butuh diajari pengetahuan tentang akhlak dan dididik untuk mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan dari mulai hal yang terkecil semisal tidak mengumbar aib di media sosial.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!