Sejarah Madrasah Empowering Center (MEC)

 

Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Jurusan Studi Islam (JSI), Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) adalah tempat calon-calon pendidik bidang agama Islam dididik dan difasilitasi untuk menjadi pendidik yang profesional. Upaya ini menuntut PAI FIAI UII melakukan perbaikan terus menerus (continous improvement) terhadap lembaganya agar mampu menjaga kualitas dan mencapai visi dan misi keunggulannya.

Ikhtiar terus menerus ini di antaranya mengharuskan Prodi PAI untuk melakukan evaluasi internal untuk selalu memperbaiki kualitas mutu serta harus memperhatikan perkembangan tantangan dunia pendidikan di lapangan. Hal ini penting mengingat tugas Prodi PAI sebagai institusi pendidikan tinggi adalah mengatasi kesenjangan antara idealnya teori-teori pendidikan dengan praktik riilnya. Di antara masalah yang perlu diperhatikan adalah posisi strategis Madrasah yang teramat penting dalam menanggulangi permasalahan moral bangsa, namun kurang mempunyai kekuatan untuk mengoptimalkan peran tersebut.

Permasahan ini menjadi ‘kegelisahan akademik’ PAI FIAI UII dan memunculkan inspirasi untuk ikut berperan dalam menyelesaikan kesenjangan tersebut. Pada Oktober 2014, PAI FIAI UII setelah melakukan pengamatan mendalam dan survei, memutuskan untuk mendirikan sebuah lembaga yang secara fokus pada penguatan madrasah.

Keputusan ini diwujudkan dengan menyelenggarakan Seminar Mengungkit Eksistensi Madrasah di Era Global yang terlaksana pada bulan Juni 2015. Pada Seminar ini, PAI FIAI UII menghadirkan narasumber dari pihak (1) Direktorat Pendidikan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag RI, (2) Pakar Pendidikan Madrasah, dan (3) Pakar Menajemen Mutu Lembaga Pendidikan. Dari seminar tersebut dihasilkan bahwa madrasah sementara ini dalam pandangan masyarakat adalah ‘pilihan kedua’. Hal ini disebabkan madrasah masih kurang menampilkan prestasi-prestasi hasil pembelajarannya, yang mampu menarik masyarakat untuk menjadikan madrasah sebagai pilihan nomor satu. Di antara sebabnya adalah manajemen terpadu belum secara optimal dilaksaksanakan di madrasah.

Hasil lainnya yang urgen pada seminar tersebut adalah sudah semestinya madrasah melakukan orientasi pengelolaannya pada konsep kepuasan pelanggannya dengan berorientasi pada mutu dan kepuasan pelanggan. Orientasi ini akan mendorong madrasah mampu bersaing dengan para kompetitornya, sebab akan secara kreatif berfikir, berinnovasi, mengembangkan lembaga sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan stakeholder. Prinsip untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggannya adalah degan memperhatikan karakteristik jasa pelayanan yang diberikannya.

Hasil seminar ini, oleh PAI FIAI UII dianggap penting untuk ditindaklanjuti dengan Focus Group Discussion (FGD) untuk lebih mematangkan gagasan pendirian MEC ini.  FGD ini kemudian dapat terselenggara pada 22 Agustus 2015 dengan menghadirkan narasumber dari Bidang Pendidikan Madarah Kanwil Kementerian Agama DIY. Dalam FGD tersebut fokus pembicaraannya pada data-data madrasah dari berbagai aspeknya, mulai dari sarana prasarana, kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, pembelajaran, hasil pembelajaran.

Hasil dari FGD tersebut mengerucut pada kesepahaman antara PAI FIAI UII dan Kanwil Kemenag DIY untuk bersinegi mengembangkan dan memperkuat madrasah di Yogyakarta. PAI FIAI UII dapat bersinergi dalam bidang peningkatan kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan di madrasah serta bidang manajemen dan supervisi madrasah. Komitmen yang dibangun adalah program yang berkelanjutan sehingga dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam penguatan dan pengembangan madrasah.

Signifikansi MEC

Akhir tahun 2015 pasar bebas di kawasan Asia Tenggara atau dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan diberlakukan. Berikutnya, tahun 2020 pasar bebas untuk kawasan Asia-Pasific (APEC) juga diberlakukan. Perdagangan bebas tidak terbatas hanya barang yang diperjual-belikan, namun juga jasa tenaga kerja. Hal ini menuntut semakin tingginya tingkat toleransi di antara pelaku perdagangan tersebut, karena interaksi antar manusia dari suku, bangsa, agama, ras yang berbeda mutlak membutuhkan toleransi.

Pendidikan Nasional Indonesia sejak tahun 2011 mencanangkan gerakan pendidikan karakter yang meliputi 18 butir nilai, yang di antaranya adalah pengembangan karakter toleran di semua jenjang pendidikan. Berikutnya, secara eksplisit penegasan tujuan pendidikan harus menghasilkan pribadi toleran ini ditegaskan sebagai Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dalam pengembangan kurikulum pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan harus menghasilkan pribadi yang menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, kepercayaan, dan agama serta pendapat/temuan original orang lain.

Sementara itu, perkembangan sosial masyarakat Indonesia semakin tampak jauh dari karakter akhlakul karimah, di antaranya merosotnya nilai-nilai moral masyarakat yang tergerus bahkan tercerabut dari nilai-nilai luhur bangsa. Nilai-nilai luhur seakan mati mengenaskan di tengah bangsa yang mempunyai Pancasila, yang menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertamanya. Di antara harapan yang muncul adalah kembali pada agama dengan cara pandang dan penafsiran yang mampu membangun mental bangsa. Hal ini tidaklah berlebihan mengingat semakin sadarnya masyarakat terhadap kegersangan modernisme.

Madrasah sebagai institusi pendidikan yang komitmen terhadap pendidikan Islam dapat diharapkan sebagai ujung tombak dalam membangun nilai-nilai luhur bangsa tersebut. Memandang hal ini sebagai hal yang urgen, PAI FIAI UII menilai penting untuk mengoptimalisasikan potensinya dalam upaya memberikan kontribusi kepada penguatan dan pengembangan madrasah.

Pelatihan

Suasuana Workshop and Expert Clinic on Powerful Web 2.0 Tools for Blended Learning and Instructional Technology

PAI Kembangkan Kompetensi Pedagogis Dosen Di Kaliurang

             IMG_4657

 

Penyusunan perangkat perkuliahan dan impelemtasinya yang ideal merupakan bagian terpenting dari perwujudan catur dharma di Universitas Islam Indonesia.  Sistem perkuliahan yang dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi lingkungan belajarnya akan menghasilkan output dan outcame yang cerdas secara individu dan sosial.

Ketika era modernisasi berlari cukup cepat, maka pada saat yang sama proses pendidikan harus mampu menyesuaikan diri dan memanfaatkannya menjadi bagian dari media pembelajarannya. Landasan inilah yang mendasari Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan Workshop and Expert Clinic on Powerful Web 2.0 Tools for Blended Learning  and Instructional Technology.

“Kegiatan ini merupakan bagian dari aktivitas program hibah kompetisi program studi tahun anggaran 2016 yang diperoleh program studi Pendidikan Agama Islam. Tujuannya agar dosen dalam memberikan perkuliahan dapat menggunakan variasi gaya belajar dan pemanfaatan variasi media berbasis online, khususnya bagi dosen-dosen muda”.  Papar Drs. H. AF. Junaidi, M.Ag selaku person in charge (PIC) dalam kegiatan tersebut.

Kegiatan yang diselenggarakan pada Hari Sabtu, Tanggal 19 November 2016 bertempat di Griya Persada Hotel and Resort Kaliurang, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sengaja memilih tempat di luar kampus untuk memberikan nuansa yang berbeda kepada peserta workshop.

Peserta berjumlah 25 orang dosen yang berasal dari program studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Hukum Islam (HI), dan Ekonomi Islam (EKIS) yang ketiganya berada di bawah naungan Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI).

Dekan FIAI, Dr. H. Tamyiz Mukharrom, MA secara khusus memberikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan workshop. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa peningkatan kompetensi dosen dalam hal transformasi ilmu pengetahuan harus selaras dengan perkembangan zaman.

Kegiatan Workshop and Expert Clinic on Powerful Web 2.0 Tools for Blended Learning  and Instructional Technology ini menghadirkan pakar di bidang teknologi pembelajaran, Dr. Nurkhamimi Zainuddin (Deputy Director of Global Open Access Learnig-Immersive Technology and Quality Assurance (GOAL-ITQAN) Universitas Sains Islam Malaysia (USIM) sebagai narasumber. Materi-materi yang disampaikannya juga cukup variatif, di antaranya  foreign language blended learning, sosial neetwotking tools and presentation tools, collaboration and communication tools, instructional content development tools, dan web-based blended learning platform.

“Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus diimbangi  dengan perubahan mindset berfikir yang lebih maju pula. Sistem perkuliahan di kelas tidak boleh lagi hanya mengandalkan sistem pembelajaran secara konvensional, namun harus mampu memanfaatkan teknologi informasi, salah satunya dengan blanded learning”. Papar Dr. Nurkhamimi Zainuddin untuk memberikan stimulus awal kepada para peserta workshop.

Pelaksanaan workshop dilakukan dengan menggunakan integrasi tiga gaya belajar. Visual, audio, dan kinestetik. Jadi, peserta workshop tidak hanya dijamu dengan penampilan visualisasi dan penjelasan dari expert-nya saja, lebih dari itu mereka dimanjakan dengan praktik secara langsung. Karenanya, peserta di wajibkan membawa smartphone dan laptop, serta ruangan yang digunakan teraliri jaringan internet yang memadai.

Harapnnya, pasca kegiatan tersebut berlangsung dosen sebagai tenaga pendidik dapat mengembangkan kompetensi pedagogisnya. Bekal pengetahuan dan penguasaan mengenai gaya belajar, metode, dan media pembelajaran berbasis online web 2.0 dapat dijadikan pedoman untuk melakukan desain dan implementasi pembelajaran yang lebih variatif, dan efektif. Sehingga sistem perkuliahan yang dilakukan di kelas tidak lagi sekedar menggunakan sistem konvensional yang didominasi oleh media hardware, namun harus mampu berkembang dengan memanfaatkan sistem blanded learning dengan aneka software yang atraktif dan inovatif.

Dengan demikian, ruang kelas bukanlah satu-satunya tempat pembelajaran dan waktu perkuliahan tidak hanya terbatas pada jumlah SKS yang ditentukan.