PSPAI Jalankan Seminar Nasional & Bedah Buku “La Tay’as”

Prof-Azyumardi-Azra-dalam-penyampaiannya-sebagai-keynote-speaker-di-seminar-nasional-dan-bedah-buku Prof. Azyumardi Azra dalam penyampaiannya sebagai keynote speaker di Seminar Nasional dan Bedah Buku.(Mufti)

YOGYAKARTA– Seminar nasional dan Bedah buku yang berjudul “La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya” sukses dilaksanakan oleh Program Studi Pendidikan Agama Islam (PSPAI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII)  pada Kamis, 8 Maret 2018 di Gedung Kuliah Umum (GKU) Prof. Dr. Sardjito Lt. 1 Sayap Timur, Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang km 14.5 Yogyakarta.

Kegiatan ini terselenggara berkat kerjasama dengan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) yang merupakan salah satu yayasan pemberdayaan sosial yang fokus mendampingi para korban terorisme dan mantan pelaku  terorisme untuk mewujudkan Indonesia yang damai. Para peserta yang mayoritas merupakan mahasiswa pun antusias dalam mengikuti kegiatan ini. Hal tersebut dibuktikan dari jumlah peserta yang hadir mencapai 250 orang dimana hadir pula dosen dan Ka.Prodi di  Fakultas Ilmu Agama Islam.

Baca juga : Seminar Nasional Bahagia Menjadi Gurunya Manusia

Hadir pada kesempatan tersebut, Ir. Agus Taufiq, M.Sc selaku Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan di Universitas Islam Indonesia sekaligus membuka acara. Kegiatan ini dihadiri pula oleh Prof. Azyumardi Azra, CBE, selaku guru besar Universitas Islam Negeri Jakarta sebagai keynote speaker. Beliau mengapresiasi penyelenggaraan kegiatan ini karna bagaimanapun juga terorisme dan pemboman merupakan gejala baru di Indonesia. Dengan mempertemukan korban dan mantan pelaku, diharapkan dapat menciptakan rekonsiliasi diantara keduanya.

Prof. Azyumardi Azra  menyampaikan bahwa Indonesia menjadi harapan besar di dunia internasional sebagai contoh perwujudan masyarakat yang harmonis ditengah keragaman suku dan agama yang ada di dalamnya. Karena itulah sudah seharusnya para generasi muda memiliki semangat keislaman yang tinggi, memperdalam, dan memperluas ilmu-ilmunya dengan membaca berbagai buku serta tidak mengambil dari satu sisinya saja.

Selain itu, hadir pula 5 narasumber lain yang turut mengisi kegiatan tersebut. Diantaranya adalah Hasibullah Satrawi sebagai penulis buku “La Tay’as”. Beliau menceritakan proses penyusunan bukunya adalah merupakan hasil interaksi selama bertahun-tahun beliau aktif di AIDA mendampingi para korban dan mantan pelaku terorisme.

Narasumber kedua adalah Edy Safitri, S.Ag., M.Si. yang merupakan salah satu dosen di Prodi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia dan merupakan peneliti di Pusat Studi Islam UII. Beliau menyampaikan hasil penelitiannya terkait perbandingan dampak terorisme dan dampak persoalan paradigmatik lainnya seperti poligami.

Narasumber ketiga adalah Sofyan yang merupakan pakar terorisme. Beliau menceritakan tentang masa mudanya yang pernah bergabung dengan jaringan terorisme dan pada akhirnya menemukan titik balik kembali ke jalan yang benar karena adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh kelompoknya. Beliau berpesan pada para generasi muda, untuk menghindari terjerumus pada paham terorisme kita harus berpegang teguh pada keimanan global dan memahami tentang keburukan agar bisa menghindari keburukan tersebut.

kurnia-widodo-menceritakan-pengalamannya-kepada-seluruh-peserta-seminar-dan-bedah-buku-di-universitas-islam-indonesia. Kurnia Widodo menceritakan pengalamannya kepada seluruh peserta Seminar & Bedah Buku di Universitas Islam Indonesia.(Mufti)

Narasumber keempat adalah Kurnia Widodo yang merupakan mantan pelaku terorisme yang sempat divonis penjara selama 6 tahun karena tertangkap oleh densus sebagai pembuat bom. Banyak pelajaran hidup yang dapat beliau ambil dari pengalamannya selama ini. Salah satunya adalah beliau menyadari bahwa agama mengajarkan kebaikan, kelembutan, bukan kekerasan, karena dendam dan kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Untuk itu kita sebagai generasi muda tidak boleh berfikir sempit dalam beragama. Selain itu penting adanya pertemanan dan lingkungan yang mendukung perdamaian.

Sedangkan narasumber kelima adalah Sudirman Talib yang merupakan korban bom terorisme di Kedubes Australia tahun 2004. Sudirman yang kala itu sedang bertugas sebagai security di Kedubes Australia terkena dampak secara langsung dari pemboman tersebut. Ia bersyukur selalu diberikan kekuatan oleh Allah SWT sehingga dapat melalui masa-masa sulit dengan kelapangan hati. Meskipun sudah menjalani 10 kali operasi untuk memulihkan kondisinya, ia menceritakan bahwa momen paling sulit dari korban adalah ketika bertemu dengan mantan pelaku. Karena itulah ia berharap sudah tidak ada lagi korban-korban terorisme lainnya di masa mendatang.

Di akhir kegiatan, dibuka pula sesi tanya jawab untuk para peserta seminar dan bedah buku. Zuly Qoqir yang merupakan anggota lembaga dakwah khusus PP Muhammadiyah bertindak sebagai moderator dalam kegiatan yang berlangsung dari jam 08.00 sampai jam 13.00 tersebut.

Di akhir acara, beliau memberikan 3 kesimpulan terkait kegiatan tersebut, yaitu pertama tampilan fisik bukanlah acuan untuk menilai seseorang, sehingga kita tidak boleh menilai seseorang hanya dari penampilan fisiknya saja; kedua, berjihad sudah seharusnya dilakukan dengan sesuatu yang lembut, bukan dengan kekerasan; ketiga, kita tidak bisa anti terhadap realitas, karna sesuatu yang kurang dalam realitas seperti kemiskinan memang benar-benar ada dan kita tidak bisa menghindarinya.(Ifa)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*